Etika HRD dalam Rekrutmen: Jadi HR Lebih Profesional

Ditulis oleh: avatar Atalya Wian
kitalulus etika hrd featured image
Etika HRD dalam Rekrutmen: Jadi HR Lebih Profesional
Key Takeaways
  • Kasus ghosting atau pertanyaan diskriminatif saat rekrutmen adalah cerminan dari bagaimana perusahaan menghargai orang. Proses seleksi yang adil dan transparan menentukan bagaimana kandidat menilai reputasi organisasi.
  • Kandidat yang tidak lolos rekrutmen akan tetap menghargai prosesnya jika merasa diperlakukan dengan adil. Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa kabar atau merasa diremehkan, reputasi perusahaan bisa tercoreng dan menyulitkan rekrutmen di masa depan.
  • Etika lebih mudah dijalankan dengan sistem yang tepat. Platform rekrutmen berbasis AI seperti KitaLulus membantu HR menjaga komunikasi tetap lancar, menyaring CV otomatis, dan mengatur jadwal wawancara dalam satu dashboard terpadu. Dengan begitu, setiap kandidat tetap merasa dihargai, tanpa membuat tim HR kewalahan.

Ada kandidat yang di-ghosting setelah tidak lolos seleksi, ada juga yang menerima perlakuan diskriminatif saat wawancara. Kasus seperti ini masih sering terjadi, dan biasanya berakar pada penerapan etika HRD yang kurang tepat. 

Pada praktiknya, HR tidak hanya bertanggung jawab pada hasil akhir, namun juga pada cara keputusan itu diambil; apakah adil, transparan, dan menghargai pihak yang terlibat. 

Artikel ini membahas etika HRD profesional, khususnya dalam konteks rekrutmen dan pengambilan keputusan ketenagakerjaan. Yuk, baca lebih lanjut. 

Mengapa Etika HRD dalam Rekrutmen Semakin Krusial

etika HRD dalam rekrutmen

Saat ini, satu unggahan dari kandidat bisa menyebar cepat, mencoreng reputasi perusahaan, dan mengubah persepsi publik hanya dalam hitungan jam. 

Praktik rekrutmen yang tidak etis mencerminkan lemahnya standar profesional HR, dan lambat laun akan merusak kepercayaan kandidat, kualitas pelamar, hingga reputasi organisasi.

Dampak Rekrutmen Tanpa Etika

Rekrutmen yang dijalankan tanpa prinsip etika HRD berisiko menimbulkan masalah serius, baik secara internal maupun eksternal. Beberapa konsekuensinya antara lain:

  • Kepercayaan publik menurun: Kandidat yang merasa tidak dihargai atau diperlakukan tidak adil cenderung kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan.
  • Penurunan kualitas dan jumlah pelamar: Ulasan negatif di platform ulasan kerja atau forum profesional bisa memengaruhi persepsi publik. Kandidat potensial menjadi enggan melamar karena citra perusahaan yang buruk.
  • Tingkat turnover meningkat: Kandidat yang direkrut melalui proses yang tidak transparan cenderung kecewa saat bergabung, lalu keluar dalam waktu singkat. Ini meningkatkan biaya rekrutmen dan menurunkan stabilitas tim.

Salah satu kasus yang sempat viral melibatkan kandidat tuli yang dipaksa menjalani tes pendengaran, meski sudah menyampaikan kondisinya sejak awal. HR tidak melakukan penyesuaian, dan pengalaman ini dianggap diskriminatif. 

Setelah ramai di media sosial, perusahaan terpaksa mengeluarkan klarifikasi. Kasus ini menunjukkan bahwa kelalaian etika bisa berdampak langsung pada reputasi.

Etika sebagai Pilar Employer Branding dan Kepercayaan Kandidat

Etika HRD sangat menentukan bagaimana perusahaan dipersepsikan oleh kandidat. Proses rekrutmen adalah titik awal interaksi mereka dengan budaya kerja yang ada di dalamnya.

  • Kandidat berkualitas cenderung memilih perusahaan yang profesional. Mereka menilai proses seleksi sebagai cerminan struktur dan nilai organisasi.
  • Kandidat yang diperlakukan dengan baik jadi promotor brand secara alami. Bahkan ketika tidak diterima, mereka akan tetap menghormati proses dan mungkin merekomendasikan perusahaan ke orang lain.
  • Pengalaman rekrutmen mencerminkan budaya kerja internal. Jika proses seleksi dilakukan secara etis, kandidat akan menilai bahwa nilai-nilai tersebut juga berlaku setelah mereka bergabung.ย 

Prinsip Utama Etika HRD

Ada tiga prinsip etika HRD yang wajib dipahami dan diterapkan oleh setiap praktisi HR dalam proses rekrutmen.

1. Transparansi dan Kejujuran

Sebagai HR, Anda bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara terbuka dan jelas, tanpa janji yang dilebih-lebihkan. Kandidat berhak tahu pekerjaan apa yang mereka lamar dan bagaimana proses seleksinya. 

Mengapa ini penting?

  • Membangun kepercayaan kandidat terhadap perusahaan sejak awal
  • Menghindari ekspektasi yang tidak realistis akibat overpromising; terutama terkait peran, sistem kerja, atau benefit
  • Menghindari kesan manipulatif yang bisa mencoreng employer brand

Mulai dari deskripsi pekerjaan, tahapan seleksi, sampai hasil akhir, semua harus dikomunikasikan secara terbuka dan jujur.

2. Keadilan dan Kesetaraan

Setiap pelamar harus diperlakukan dengan standar yang sama, tanpa diskriminasi berdasarkan latar belakang pribadi.

Dampaknya jika prinsip ini diterapkan:

  • Menjamin proses seleksi yang objektif dan berbasis kompetensi
  • Mencegah bias atau perlakuan tidak adil yang bisa berdampak hukum
  • Membuka peluang bagi talenta dari berbagai latar belakang yang mungkin selama ini terpinggirkan

Rekrutmen yang adil mencerminkan nilai etis dan memperluas akses terhadap kandidat potensial yang beragam.

3. Penghargaan terhadap Hak Individu dan Kerahasiaan

Proses seleksi harus berjalan dengan menghormati waktu, usaha, dan data pribadi setiap kandidat. Prinsip ini menegaskan bahwa setiap pelamar berhak diperlakukan dengan empati dan dijaga privasinya sepanjang proses berlangsung.

Hal ini krusial karena menunjukkan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan, seperti: 

  • Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Menekankan prinsip non-diskriminasi dan hak atas perlakuan adil selama proses kerja, termasuk sejak tahap rekrutmen.ย 
  • UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (dan turunannya seperti PP No.35/2021): Mendorong penyederhanaan proses kerja, namun tetap mewajibkan prinsip transparansi dan keadilan dalam hubungan industrial, termasuk praktik rekrutmen yang akuntabel dan terdokumentasi secara jelas.
  • Undang-Undang No.27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP): Mengatur bahwa data pribadi kandidat harus dikumpulkan secara sah, digunakan sesuai tujuan rekrutmen, serta dilindungi dari penyalahgunaan. HR wajib memperoleh persetujuan kandidat dan menjamin hak mereka atas akses, perubahan, atau penghapusan data.

Selain itu, praktik ini juga dapat: 

  • Menjaga citra perusahaan sebagai tempat kerja yang empatik, profesional, dan manusiawi
  • Meningkatkan loyalitas kandidat dan memperkuat kepercayaan terhadap employer brand

Dengan menjunjung tinggi hak individu dan menjaga kerahasiaan data, perusahaan membangun hubungan profesional yang beretika dan berkelanjutan sejak tahap rekrutmen pertama.

Etika HRD di Setiap Tahap Rekrutmen

Setiap tahap dalam proses rekrutmen mencerminkan nilai-nilai perusahaan. HR bertanggung jawab untuk menjunjung keadilan, transparansi, dan penghormatan terhadap hak individu. Berikut panduan etika yang perlu diperhatikan:

a. Tahap Pengumuman Lowongan

Pada tahap awal ini, perusahaan menciptakan kesan pertama yang menentukan persepsi kandidat. Karena itu, penting untuk bersikap adil dan terbuka.

1. Hindari redaksi diskriminatif

Kata-kata seperti โ€œusia maksimal 25 tahun,โ€ โ€œberpenampilan menarik,โ€ atau โ€œlaki-laki diutamakanโ€ masih sering muncul di iklan lowongan.

Redaksi seperti ini cenderung menciptakan stereotip dan membuka celah diskriminasi dalam proses awal seleksi. Dampaknya jika prinsip ini dilanggar:

  • Berpotensi melanggar prinsip kesetaraan dalam ketenagakerjaan
  • Mengurangi keberagaman dan inklusivitas dalam pipeline kandidat
  • Merusak reputasi perusahaan di mata publik dan komunitas profesional

2. Transparansi soal gaji, kontrak, dan benefit

Menjelaskan di awal soal besaran upah, jenis kontrak, dan hak lainnya sangat penting. Hal ini krusial untuk: 

  • Mencegah miskomunikasi dan ekspektasi yang tidak selaras
  • Menghemat waktu proses seleksi karena kandidat bisa memutuskan sejak awal
  • Memberi kesan bahwa perusahaan menghargai keterbukaan dan kejujuran

b. Tahap Seleksi dan Wawancara

Ini adalah tahap paling intens dalam proses rekrutmen, di mana interaksi langsung antara HR dan kandidat terjadi. Di sinilah prinsip-prinsip etika paling diuji dan berpengaruh besar terhadap pengalaman kandidat.

1. Perlakuan setara untuk semua kandidat

HR harus memastikan semua pelamar dinilai dengan standar yang sama, tanpa bias atas dasar gender, usia, disabilitas, atau latar belakang sosial lainnya.

Mengapa hal ini penting:

  • Menjamin proses seleksi berbasis kompetensi dan relevansi pekerjaan
  • Menghindari potensi pelanggaran hukum dan risiko reputasi
  • Memberi peluang adil bagi talenta dari berbagai latar belakang

2. Etika dalam wawancara

etika dalam wawancara

Wawancara bukan ajang mengorek hal-hal pribadi. Pertanyaan seperti โ€œkapan menikah?โ€, โ€œapakah Anda berencana punya anak?โ€, โ€œagama Anda apa?โ€, atau โ€œapakah pasangan Anda bekerja?โ€ sudah tidak relevan dan termasuk pelanggaran etika. 

Selain tidak berkaitan dengan kompetensi kerja, pertanyaan-pertanyaan ini juga dapat melanggar privasi dan membuat kandidat merasa tidak aman. Karena itu, etika HRD dalam wawancara penting untuk:

  • Melindungi privasi dan martabat kandidat
  • Menciptakan ruang yang aman dan profesional selama interaksi
  • Mencegah diskriminasi dan menjaga kredibilitas perusahaan

3. Penggunaan ATS & AI secara etis

Sistem rekrutmen berbasis algoritma seperti ATS (Applicant Tracking System) atau AI dapat mempercepat seleksi, tapi berisiko menyisihkan kandidat secara tidak adil jika tidak dirancang dengan hati-hati.ย 

Misalnya, sistem yang hanya membaca kata kunci tertentu bisa gagal memahami pengalaman relevan yang ditulis dengan gaya berbeda. 

HR harus memahami bagaimana sistem bekerja dan melakukan audit berkala untuk memastikan tidak ada bias sistemik yang merugikan kandidat tertentu.

c. Tahap Keputusan & Feedback

Tahap akhir ini menentukan bagaimana perusahaan menutup proses rekrutmen, baik bagi yang diterima maupun yang tidak. Etika di tahap ini mencerminkan empati dan profesionalisme perusahaan.

1. Etika dalam rejection email

Penolakan adalah hal yang lumrah, tapi cara menyampaikannya menentukan bagaimana perusahaan dipersepsikan. Kandidat berhak mendapatkan kejelasan, setidaknya dalam bentuk email singkat yang sopan, personal. Hal ini bertujuan untuk: 

  • Menjaga hubungan baik dengan kandidat yang mungkin relevan di masa depan
  • Memperkuat employer brand sebagai tempat yang menghargai usaha
  • Mengurangi kemungkinan keluhan publik atau sentimen negatif

2. Pentingnya memberi feedback

Banyak kandidat mengapresiasi saat mereka tahu apa yang bisa diperbaiki ke depannya, meskipun tidak lolos. 

Feedback bukan kewajiban mutlak, tapi jika diberikan, dapat meningkatkan pengalaman kandidat dan memperkuat reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang adil dan menghargai proses. 

Bahkan kandidat yang ditolak bisa tetap merekomendasikan perusahaan ke orang lain, karena mereka merasa dihargai.

Dilema Etika Rekrutmen yang Sering Dihadapi HRD

Banyak praktisi HR sebenarnya sudah memahami prinsip etika. Namun dalam praktiknya, HRD sering kali dihadapkan pada situasi sulit, di mana idealisme harus diuji oleh tekanan organisasi. 

Berikut dilema etika yang paling umum dalam proses rekrutmen: 

1. Memilih Kandidat โ€œTitipanโ€ vs Kandidat yang Lebih Kompeten

ilustrasi nepotisme dalam rekrutmen

Dilema ini terjadi saat HR dihadapkan pada intervensi dari manajemen atau pemilik perusahaan yang memiliki preferensi pribadi terhadap kandidat tertentu. 

Misalnya, permintaan untuk merekrut kerabat, kolega, atau kandidat โ€œtitipanโ€ tanpa melalui proses seleksi yang adil dan objektif.

Mengapa hal ini menjadi masalah?

Memasukkan kandidat โ€œtitipanโ€ tanpa dasar kompetensi yang jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan meritokrasi. Dalam jangka panjang, keputusan semacam ini berdampak pada: 

  • Kredibilitas HR bisa dipertanyakan karena dianggap tidak independen.
  • Moral tim menurun akibat ketidakadilan dalam proses seleksi.
  • Risiko turnover meningkat karena anggota tim lain merasa sistem tidak transparan.

Solusi yang dapat diterapkan:

  • Sajikan hasil asesmen dan data objektif ke manajemen untuk menunjukkan kandidat terbaik secara faktual.
  • Gunakan standardized scoring system agar keputusan tidak terkesan subjektif.
  • Tegaskan komitmen perusahaan terhadap quality hiring dan minimasi risiko kesalahan rekrut akibat keputusan berbasis relasi, bukan kapabilitas.

2. Tekanan untuk Mempercepat Rekrutmen Tanpa Uji Kelayakan

Tekanan dari manajemen sering kali muncul saat posisi penting harus segera diisi demi memenuhi kebutuhan bisnis. 

Dalam situasi ini, HR kerap diminta memangkas tahapan seleksi, mulai dari tes kompetensi, wawancara panel, hingga pemeriksaan latar belakang, dengan alasan efisiensi waktu.

Mengapa hal ini menjadi dilema etis?

Mempercepat proses rekrutmen tanpa evaluasi yang memadai mengorbankan prinsip keadilan dan kualitas seleksi. 

Selain meningkatkan risiko salah rekrut, keputusan terburu-buru ini juga bisa menciptakan persepsi bahwa perusahaan tidak menghargai proses profesional HR.

Dampaknya terhadap organisasi:

  • Risiko mishiring meningkat, yang berarti waktu dan biaya pelatihan terbuang.
  • Kinerja tim bisa terganggu karena posisi diisi oleh kandidat yang tidak siap.
  • HR kehilangan kredibilitas karena dianggap โ€œasal mengisi posisi.โ€

Solusi yang dapat diterapkan:

  • Gunakan metode seleksi yang lebih cepat tapi tetap terukur, seperti software rekrutmen yang mampu screening CV otomatis, memberikan undangan wawancara langsung, hingga melakukan background check kandidat.ย 
  • Jelaskan pada manajemen, tentang risiko jangka panjang dari rekrutmen yang tidak akurat, didukung data biaya mishiring atau tingkat turnover.
  • Tetapkan batas minimum proses evaluasi yang tidak boleh dipangkas untuk menjaga standar kualitas.

3. Penggunaan AI Screening vs Penilaian Manusia

Penggunaan teknologi seperti Artificial Intelligence dalam proses rekrutmen kini makin lazim. Namun, di balik efisiensi yang ditawarkan, muncul dilema: seberapa jauh HR boleh menyerahkan proses seleksi pada sistem otomatis?

Mengapa hal ini menjadi dilema?

AI bisa mempercepat penyaringan CV, tetapi algoritmanya sering kali bias terhadap format tertentu, kata kunci spesifik, atau data latar belakang yang tidak relevan dengan kemampuan sebenarnya. 

Studi dari University of Washington menunjukkan bahwa tools AI dalam resume screening lebih memilih nama yang diasosiasikan dengan ras kulit putih sebanyak 85%, sementara kandidat dengan nama yang diasosiasikan dengan ras kulit hitam atau perempuan hanya 11% yang mendapat peringkat tinggi.

Akibatnya, kandidat yang sebenarnya layak bisa tersingkir hanya karena sistem tidak memahami konteks pengalaman atau menunjukkan bias tersembunyi dalam datanya.

Dampaknya terhadap HR dan kandidat:

  • Terjadi diskriminasi tidak langsung terhadap kandidat dari kelompok tertentu (misalnya gender, usia, atau universitas tertentu).
  • Pengalaman kandidat menjadi tidak transparan karena mereka tidak tahu alasan penolakan.
  • HR berisiko kehilangan talenta potensial yang gagal melewati filter otomatis.

Solusi yang dapat diterapkan:

  • Gunakan AI untuk tahapan awal, seperti filter CV dan pencocokan profil, terutama saat jumlah pelamar tinggi. Namun, pastikan human oversight tetap ada dalam setiap keputusan akhir.ย 
  • Tetap libatkan penilaian manusia di tahap lanjutan, seperti wawancara dan pengecekan soft skill atau cultural fit.
  • Lakukan audit bias secara berkala untuk memastikan algoritma bekerja adil bagi semua kandidat.

Solusi Mudah untuk Terapkan Etika HRD dalam Rekrutmen 

Sebagai praktisi HR, tanggung jawab Anda tidak hanya pada siapa yang direkrut, tetapi juga bagaimana prosesnya dijalankan. 

Etika HRD memastikan setiap keputusan perekrutan bersandar pada prinsip keadilan, transparansi, dan penghargaan terhadap hak setiap kandidat.

Untuk mempermudah penerapan prinsip-prinsip ini, KitaLulus menawarkan software rekrutmen berbasis AI yang menyederhanakan seluruh proses perekrutan, termasuk menjaga komunikasi tetap berjalan lancar. Dengan fitur seperti:

  • Pasang loker gratis
  • Jangkauan luas ke 11 juta+ pelamar di 350+ kota
  • Dashboard terpadu untuk mengelola proses seleksi dari awal hingga akhir

HR dapat tetap responsif tanpa kewalahan. Untuk kebutuhan rekrutmen skala besar, tersedia juga fitur premium seperti:

  • Screening CV otomatis
  • Undangan wawancara langsung
  • Background check kandidat

Semua fitur ini dirancang agar proses seleksi tetap efisien, profesional, dan beretika. Yuk, coba gratis KitaLulus sekarang.

AI tools show biases in ranking job applicantsโ€™ names according to perceived race and gender, diakses pada 6 November 2025, https://www.washington.edu/news/2024/10/31/ai-bias-resume-screening-race-gender/

Bagikan Artikel Ini:
Bagikan Artikel Ini: Share Tweet
To top
๐Ÿค—