Apa Itu PPN, Dasar Aturan, Tarif, dan Cara Menghitungnya

Nisa Maulan Shofa
Penulis profesional sejak tahun 2017. Berspesialisasi dalam penulisan di bidang karir dan seputar dunia kerja.
ppn adalah
Apa Itu PPN, Dasar Aturan, Tarif, dan Cara Menghitungnya

Ada banyak jenis pajak, PPN adalah salah satunya. Kepanjangan PPN adalah pajak pertambahan nilai. Pajak ini diperuntukkan bagi wajib pajak perorangan, badan, dan pemerintah.

Lantas apa itu PPN sebenarnya? Tarif PPN berapa persen? Pahami penjelasan lengkapnya dalam artikel berikut.

Apa Itu PPN?

Apa Itu PPN

Pengertian PPN adalah pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dipungut oleh Wajib Pajak orang pribadi, badan, dan pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Jadi, pihak pemungut, penyetor, dan pelapor PPN adalah penjual. Sedangkan pihak yang berkewajiban membayarnya adalah konsumen akhir.

Untuk sebuah badan perusahaan, pemungutan PPN tergantung pada jenis perusahaan yang didaftarkan.

Bagi PKP diperbolehkan memungut PPN, tetapi untuk non-PKP tidak diperbolehkan. Bagi Non-PKP, ketika melakukan transaksi barang/jasa dengan PPN, pajaknya tidak bisa dikreditkan pada Pajak Masukan dalam laporan keuangan.

Fungsi PPN

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah fungsi PPN.

  1. Sebagai perhitungan lebih dan kurang bayar pajak. Jadi, perusahaan tahu apakah harus membayarkan kekurangan pajak dari pelaporan sebelumnya atau mengajukan restitusi ke DJP karena ada lebih bayar.
  2. Sebagai fungsi anggaran bagi negara karena nantinya PPN yang dibayarkan oleh PKP akan digunakan untuk membiayai segala kebutuhan negara, termasuk memberikan fasilitas umum bagi masyarakat.
  3. PPN juga berfungsi sebagai pengatur kebijakan pemerintah karena secara langsung bisa menekan barang atau jasa yang diimpor sehingga daya saing produk atau jasa dalam negeri bisa ditingkatkan.
  4. Sebagai penekan inflasi negara karena dapat menstabilkan penerimaan negara.
  5. Masih terkait pada anggaran negara, PPN nantinya bisa dimanfaatkan oleh negara untuk membangun berbagai fasilitas umum, termasuk pembukaan lapangan kerja sehingga dapat menekan jumlah pengangguran.

Aturan Dasar PPN

Aturan Dasar PPN

Ada beberapa UU yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai. Aturan PPN yang paling sering dibahas adalah UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Aturan lainnya yang mengatur PPN adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klaster perpajakan. Aturan ini sebenarnya merupakan versi terbaru dari UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Namun, UU Nomor 42 masih berlaku untuk beberapa poin yang memang tidak diperbarui atau diganti di UU Cipta Kerja.

Aturan PPN lainnya ada di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

Baca Juga: Cara Lapor SPT Tahunan Badan Online, Ini Langkah-langkahnya

Objek yang Dikenakan PPN

Aturan penetapan PPN terus memiliki pembaruan. Pembaruan ini kemudian membuat barang-barang dalam daftar negatif atau tidak terkena PPN menjadi Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP). Berikut beberapa objek yang dikenakan PPN.

  1. Penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean atau daerah kena pajak oleh pengusaha.
  2. Impor BKP.
  3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  4. Pemanfaatan JKP dari dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
  5. Ekspor BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP.
  6. Kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200 meter persegi di luar lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi maupun badan yang dimanfaatkan untuk sendiri atau pihak lain.

Objek yang Bebas PPN (Negative List)

Selain barang dan jasa kena pajak di atas, ada beberapa objek yang masuk ke dalam daftar negatif yang berarti barang atau jasa tersebut tidak dikenai tarif Pajak Pertambahan Nilai. Daftar barang dan jasa tersebut antara lain:

  1. Barang-barang yang dihasilkan melalui aktivitas pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, batu bara, gas bumi, dan lainnya).
  2. Barang kebutuhan pokok.
  3. Makanan dan minuman di restoran.
  4. Uang dan emas batangan.
  5. Jasa pelayanan medis.
  6. Jasa pelayanan sosial.
  7. Jasa keuangan.
  8. Jasa asuransi.
  9. Jasa keagamaan.
  10. Jasa pendidikan.
  11. Jasa kesenian dan hiburan.
  12. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan.
  13. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara.
  14. Jasa perhotelan.
  15. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
  16. Jasa penyediaan tempat parkir.
  17. Jasa boga atau katering.

Baca Juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) dan Simulasinya

Tarif PPN Terbaru

tarif ppn

Anda mungkin sudah sering menemukan pemberlakuan tarif PPN 11% ketika sedang makan di sebuah restoran atau coffee shop.

Nah, hal tersebut mengacu pada aturan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 pasal 7, yang kemudian diubah dengan UU Harmonisasi Perpajakan (HPP) pada bab IV pasal 7 ayat (1).

Dijelaskan bahwa tarif pajak pertambahan nilai dibagi menjadi dua, yaitu tarif umum dan tarif khusus. Berikut tarif terbarunya:

1. Tarif Umum

  • Tarif PPN 11% berlaku sejak 1 April 2022
  • Tarif PPN 12% akan diberlakukan paling lambat pada 1 Januari 2025

2. Tarif Khusus

  • Tarif khusus untuk kemudahan pemungutan PPN atas jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2%, atau 3% dari peredaran usaha, yang pengenaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Insentif PPN untuk PKP

Pengusaha Kena Pajak memiliki beberapa insentif yang bisa dimanfaatkan dengan baik, seperti penjelasan berikut ini.

1. Pembebasan Pemungutan PPN

PKP memiliki kebebasan dalam pemungutan PPN untuk barang/jasa tertentu. Selain itu, syarat lain pembebasan PPN untuk PKP adalah:

  • Barang/jasa diserahkan untuk suatu perwakilan negara pada acara tertentu
  • Barang/jasa diberikan kepada suatu badan internasional dengan tujuan khusus
  • Penyerahan dengan asas timbal balik

Dari syarat-syarat di atas bisa disimpulkan bahwa PKP akan dibebaskan dari PPN jika barang/jasa tidak diperjual-belikan dengan kode 08. Sedangkan yang tidak dipungut memiliki kode 07.

Aturan ini jelas tertulis dalam UU PPN Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.

2. DTP (Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah)

Fasilitas PPN DTP dikhususkan untuk perusahaan yang berjalan di sektor properti. Aturannya bisa ditemukan dalam PMK Nomor 103/PMK.03/2021 dengan syarat:

  • Barang yang diserahkan berupa rumah unit tapak baru atau hunian susun
  • Harga jual maksimal Rp2 miliar
  • Unit dengan harga Rp2–Rp5 miliar mendapatkan diskon PPN DTP 50%

3. PPN Tarif 0%

Insentif yang ketiga yaitu PPN tarif 0%. Tarif ini diberlakukan pada ekspor BKP/JKP dan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai. 

Baca Juga: Cara Membuat Laporan Pajak Perusahaan dan Melaporkannya

Cara Menghitung PPN

Telah dijelaskan tentang besaran tarif PPN, siapa yang harus menyerahkannya, hingga aturan yang mengikat. Kini, mari kita bahas tentang cara menghitung PPN supaya Anda memiliki gambaran tentang besaran tarif yang harus dibayarkan untuk suatu nominal jual barang/jasa.

Sebelumnya, harus dipahami dahulu tentang 3 dasar pengenaan pajak, yaitu:

  1. Harga jual dan pengganti, yaitu harga yang ditetapkan oleh penjual atas barang/jasa yang akan diterima oleh pembeli.
  2. Nilai ekspor dan impor, yaitu nilai sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP atau semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
  3. Nilai lain yang diatur dalam PMK.

Nah, untuk menghitung PPN dapat digunakan rumus:

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Untuk lebih mudah memahaminya, berikut ilustrasi cara menghitung PPN dengan contoh kasus.

Contoh:

Sebuah PKP toko elektronik bernama PT Jaya Makmur Abadi menjual 1 unit TV LED seharga Rp5.500.000 belum termasuk PPN. TV tersebut dibeli oleh Shelly pada 1 April 2023. Transaksi yang terjadi di Yogyakarta ini termasuk ke dalam penyerahan di daerah pabean.

TV LED merupakan barang kena pajak (BKP), jadi harus dikenakan tarif PPN. Besaran PPN yang dikenakan adalah:

Harga Jual/DPP PPN  x  Tarif PPN = Rp5.500.000 x  11%

PPN terutang = Rp605.000

Dengan begitu, Shelly harus membayar unit TV yang dibelinya di toko sebesar Rp6.105.000 dengan rincian harga TV LED asli sebesar Rp5.500.000 ditambah dengan PPN Rp605.000.

Itulah penjelasan tentang apa itu Pajak Pertambahan Nilai. Anda dapat mempelajari informasi lainnya terkait pengurusan pajak badan atau orang pribadi di blog KitaLulus.

Bagi pemilik bisnis sebaiknya memahami betul terkait aturan perpajakan. Bila Anda membutuhkan bantuan karyawan yang mengurusnya, sebaiknya segera cari mulai sekarang.

Anda bisa pasang loker gratis di KitaLulus untuk menemukan kandidat terbaik dalam hitungan hari. Anda tinggal mendaftarkan diri lalu tim support KitaLulus akan bantu mempromosikannya.

Mudah, bukan? Segera pasang loker perusahaan Anda sekarang juga!

Share this article:
Share this article: Share Tweet
To top