Mengenal Quiet Quitting, Mengapa Fenomena Ini Terjadi?

Nisa Maulan Shofa
Penulis profesional sejak tahun 2017. Berspesialisasi dalam penulisan di bidang karir dan seputar dunia kerja.
quiet quitting
Mengenal Quiet Quitting, Mengapa Fenomena Ini Terjadi?

Belakangan ini, quiet quitting adalah istilah yang sedang ramai dibicarakan di dunia kerja. Tren tersebut seakan menjadi bentuk perlawanan terhadap hustle culture yang sebenarnya memberikan dampak kurang baik bagi kesehatan fisik maupun mental seseorang.

Fenomena quiet quitting adalah gambaran di mana seorang pekerja harus bekerja keras, namun tetap tidak melupakan waktu untuk diri sendiri. Konsep yang menarik, bukan? Untuk itu, yuk ketahui lebih lanjut mengenai quiet quitting dan mengapa fenomena tersebut terjadi.

Apa Itu Quiet Quitting?

Sebenarnya, apa itu quiet quitting? Bisa dibilang, quiet quitting adalah bekerja sesuai tanggung jawab posisi yang dimiliki.

Yup, pengertian dari tren ini memang tidak sesuai dengan penyebutannya di mana seolah-olah memiliki arti negatif yaitu meninggalkan pekerjaan secara diam-diam.

Seseorang yang melakukan quiet quitting pada dasarnya masih tetap mengerjakan seluruh tanggung jawabnya, hanya saja sesuai porsi yang dimiliki. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan keseimbangan hidup antara bekerja dan kehidupan pribadi.

Secara umum, kebiasaan kerja ‘seperlunya saja dan tidak berlebihan’ dapat memberikan kesempatan seseorang menikmati hidup di luar dunia kerja yang menjadi kewajibannya. Dengan begitu, kualitas hidup bakal lebih baik, dan nilai kerja di dunia profesional bisa meningkat.

Tanda-Tanda Quiet Quitting

Untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, pekerja yang melakukan quiet quitting akan berfokus pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya saja. Berikut adalah tanda-tanda quiet quitting yang mungkin kamu temui di lingkungan kerjamu:

  1. Tidak melakukan pekerjaan di luar jam kerja, termasuk membalas pesan maupun email
  2. Tidak aktif berdiskusi dalam menghadiri agenda-agenda meeting
  3. Pulang tenggo (pulang tepat waktu) atau bahkan lebih awal
  4. Menghindari acara-acara kantor
  5. Kurang antusias dalam bekerja serta mengejar karir
  6. Tidak melibatkan diri dalam percakapan atau aktivitas yang dianggap tidak penting
  7. Kurang memberikan kontribusi pada tim karena terlalu fokus pada pekerjaan individu
  8. Menurunnya produktivitas kerja

Mengapa Fenomena Quiet Quitting Terjadi?

Yang menarik dari fenomena quiet quitting adalah bagaimana tren ini bermula. Di akhir Juli, tren tersebut viral karena sebuah unggahan di TikTok dari akun bernama Zaidleppellin.

Kemudian banyak pengguna media sosial memberikan komentar dengan menceritakan pengalamannya. Salah satunya mengatakan bahwa dia melakukan quiet quitting sejak 6 bulan lalu dan dia mendapatkan upah, apresiasi, hingga rekognisi yang sama.

Di beberapa negara, fenomena yang jauh lebih besar terjadi. Dikutip dari npr.org, sekitar 33 juta karyawan di Amerika melakukan pengunduran diri pada 2021.

Menurut penelitian Randstad Australia, ada 70% lebih dari total 35.000 sampel surveinya yang aktif mencari pekerjaan baru, 60% di antaranya berasal dari milenial dan gen Z. Milenial dan gen Z lebih mementingkan rasa puas diri dan kebahagiaannya dibanding tujuan karir.

Hal tersebut banyak dibahas oleh beberapa artikel, seperti NPR, Gallup, Randstad, Forbes, hingga Tirto. Sebuah pernyataan fakta sekaligus opini yang memiliki dasar: akibat situasi pandemi Covid-19.

Baca juga: Workaholic Adalah Pekerja Keras? Ini Pengertian dan Ciri-ciri Workaholic

Hubungan Quiet Quitting dengan Burnout

burnout

Tidak bisa dipungkiri, pandemi Covid-19 mengubah banyak hal. Tidak hanya kondisi perusahaan yang kesulitan karena pola konsumen yang berubah, tetapi juga pola kerja.

Penularan virus terjadi sehingga jaga jarak diberlakukan. Perusahaan tidak dapat berjalan dengan sistem kerja work from office dan berubah menjadi work from home (yang kini menjadi menjadi work from anywhere).

Bekerja dari rumah mengaburkan perbedaan tanggung jawab seseorang di kantor dan di rumah. Pemantauan kerja oleh atasan yang tidak langsung membuat kepercayaan menjadi menurun.

Hal tersebut juga menghilangkan adanya penetapan jam kerja, sehingga jika berlangsung terus-menerus maka dapat menimbulkan burnout.

Keadaan burnout inilah yang kemudian dirasakan oleh generasi milenial dan gen Z. Sosok-sosok baru dalam dunia kerja tersebut merasa tidak relevan dengan keadaan yang dinilai tidak ideal.

Kehidupan personalnya yang terasa kurang sesuai dengan keinginan menjadikan mereka memutuskan untuk menghentikan kebiasaan tersebut dan mulai bekerja sesuai porsinya. Lalu, hal tersebut dinilai sebagai quiet quitting karena dianggap tidak lagi engage dengan perusahaan.

Kelebihan dan Kekurangan Quiet Quitting

Quiet quitting adalah fenomena dalam dunia kerja yang memiliki sisi positif dan negatif. Berikut penjelasannya.

Kekurangan Quiet Quitting

Beberapa efek negatif dari quiet quitting adalah:

  1. Tidak lagi merasakan kepuasan diri
  2. Semangat terus menurun
  3. Atasan tidak puas dengan hasil kerja kamu
  4. Pemutusan kerja karena dinilai tidak perform
  5. Sulit mencapai career goal yang dimau

Kelebihan Quiet Quitting

Meskipun quiet quitting adalah budaya yang dinilai buruk oleh atasan yang membutuhkan karyawannya memberikan dedikasi tinggi terhadap perusahaan, tetapi ada beberapa efek positif yang bisa kamu rasakan, lho. Berikut di antaranya.

  1. Memiliki banyak waktu luang untuk eksplor kemampuan baru
  2. Memiliki waktu untuk mencari pekerjaan sampingan
  3. Bisa menghabiskan waktu bersama dengan teman atau keluarga
  4. Bisa beristirahat dengan tenang usai jam kerja

Baca juga: Pentingnya Work Life Balance dan Cara Penerapannya

Peran Perusahaan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

peran perusahaan terhadap kepuasan kerja karyawan

Gallup, sebuah perusahaan manajemen kerja yang sudah berdiri sejak 1935 mengunggah artikel cukup menarik berjudul “Is Quiet Quitting Real?”.

Masih berdasarkan polling yang didapat dari karyawan Amerika, Gallup mendapatkan data bahwa lebih dari 50% dari total 15.091 responden karyawan Amerika berumur 18 tahun ke atas melakukan quiet quitting.

Sebagai perusahaan yang fokus pada manajemen perusahaan, Gallup beropini bahwa manajemen yang buruk adalah penyebab dari ketidakpuasan karyawan.

Hal tersebut bisa jadi benar. Sebab, bagaimanapun, komunikasi akan sangat berperan penting untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di perusahaan.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif quiet quitting.

  1. Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan.
  2. Memperbaiki kembali rasa percaya satu sama lain, tidak hanya hubungan vertikal di kantor, tetapi horizontal di mana hubungan di lingkungan antar-coworkers juga harus ditingkatkan.
  3. Lakukan komunikasi kepada atasan jika dirasa beban kerja terlalu berat dan berikan data hasil kerja yang selama ini kamu lakukan.
  4. Cari perbaikan terhadap masalah yang terjadi dengan membuat win-win solution sehingga kedua pihak bisa memahami apa yang terbaik untuk keduanya.
  5. Berikan apresiasi yang pantas kepada karyawan, baik berupa pujian, remunerasi, bonus, hingga promosi sesuai kinerja.

Hal-hal di atas bisa membuat quiet quitting terminimalisir dan mengembalikan semangat kerja kepada karyawan yang mulai kehilangan ketertarikan kepada perusahaan.

Namun, segalanya tentu saja kembali kepada keinginan karyawan untuk stay or leave dari perusahaan. Dan perusahaan juga memiliki hak untuk menegur atau tidak berdasarkan hasil kinerja karyawan.

Jika kamu adalah seseorang yang juga sedang melakukan quiet quitting, kamu bisa memahami kembali esensi pekerjaanmu dan alasan mengapa posisi tersebut bisa kamu dapatkan. Ketika memang tidak ada lagi ketertarikan terhadap jobdesk atau tempat kerja, berarti mencari pekerjaan baru yang sesuai passion adalah jalan keluarnya.

KitaLulus memiliki banyak informasi seputar kerja hingga lowongan kerja yang bisa kamu akses secara gratis. Ada lebih dari 50.000 lowongan kerja dari berbagai perusahaan di Indonesia yang bisa kamu pilih sesuai minat dan kualifikasi kamu.

Caranya mudah, kamu cukup menginstal aplikasi KitaLulus di Playstore dan lakukan registrasi dengan masuk ke akun Gmail kamu yang aktif. Setelah itu kamu sudah bisa memilih posisi yang sesuai dengan mencarinya melalui bar pencarian loker.

Bersama KitaLulus, kamu bisa mendapatkan pekerjaan impian dengan #LebihMudah dan terpercaya.

Baca juga: 10 Cara Menciptakan Lingkungan Kerja Yang Sehat di Perusahaan Anda

Bagikan Artikel Ini:
Bagikan Artikel Ini: Share Tweet
To top